Skip to content

Tag: ldkms v

Housekeeper’s Notes #02 : Sumbangan Hidup

Pada suatu titik, saya merasa jenuh dengan semua pekerjaan yang harus ditunaikan. Buat apa, misalnya, pagi-pagi saya harus bangun, berdoa, lalu seolah dikejar polisi ngebut ke kampus. Sepulang itu, larut malam, aku masih harus membaca buku-buku dan materi sembari mengerjakan tugas yang tampak hanya jadi tumpukan tulisan saja. Di antara berangkat dan pulang pun, saya masih harus mengurus keperluan yang sebetulnya tidak perlu-perlu betul saya lakukan dan bisa saja saya tolak. Buat apa capek-capek berpikir cara mengadakan acara yang belum tentu orang tertarik ikut atau memutar otak mencari dalih untuk mengajak satu-dua teman untuk ikut kegiatan? Mengapa saya harus tahan mendengar protas-protes dan keluhan tanpa henti yang mestinya bisa saya hindari?

Dengan keluhan di atas, tentu saya juga sadar bahwa semua orang juga pada dasarnya mengalami kesulitan yang tak kalah pelik. Toh, sejujurnya, saya masih jauh lebih beruntung ketimbang jutaan orang lain yang lebih naas. Sementara saya punya cukup uang untuk membeli makanan yang enak-enak, ada penjual koran yang kebingungan bagaimana cara menghabiskan jajaannya sehingga keluarganya tidak kelaparan. Ketika saya bisa tidur nyenyak di kamar sendiri, banyak orang di Suriah yang mungkin tidurnya di gua-gua sembari menghitung hari sebelum dipancung atau dibakar hidup-hidup. Orang yang bisa membaca tulisan ini mestinya juga sudah jauh lebih beruntung dari, setidaknya, orang yang tunanetra ataupun tunaaksara. Intinya: kita ini harus bersyukur masih diberi tangguh untuk hidup sebagaimana biasanya.

Tapi, kita pakai buat apa hidup kita yang “biasa” ini? Mau kita apakan kesempatan kita? Apa hidup ini hanya sekadar sekolah/kuliah/bekerja di hari Senin-Jumat lalu bersenang-senang hari Sabtu-Minggu, begitu terus sampai ajal tiba? Cukupkah kita menerima tugas dan perintah dari atasan atau menulis makalah suruhan dosen dan menjadi puas dengan itu? Nyatanya, orang cenderung bosan dengan hal-hal biasa dan ingin sesuatu yang membuat mereka puas. Kita cenderung ingin punya keunikan dan tidak mau sama dengan orang lain. Agaknya, tidak ada yang bakal menyangkal nasihat Steve Jobs, “Waktu Anda terbatas, jadi jangan pergunakan waktu itu untuk menghidupi hidupnya orang lain.”

Oleh karena itulah kepuasan dan keunikan sering dijadikan orang sebagai tujuan hidupnya. Kafe-kafe, bioskop-bioskop, pusat-pusat perbelanjaan sampai gunung-gunung, hutan-hutan, dan lautan dijajaki untuk mencari kepuasan dan kebanggaan diri. Semua orang ingin punya pengalaman yang berbeda dari orang lain. Itulah mengapa kita sekarang terus-terusan dibombardir ratusan check-in, foto, video, dan cerita di linimasa media sosial kita, demikian juga kita sendiri ingin menunjukkan sesuatu yang berbeda dari yang dimiliki orang lain. Orang berlomba-lomba mencari reputasi, kekayaan, dan kekuasaan. Mahasiswa berusaha memanjang-manjangkan CV-nya dengan sederet kegiatan dan pekerjaan.

Tidak ada salahnya itu, sebab kita sebagai manusia memang punya kebutuhan yang perlu dipuaskan.Tapi, dari situ jugalah orang mulai berpikir bahwa makna hidup ini adalah mencari kepuasan demi kepuasan. Dalam proklamasi kemerdekaannya, orang Amerika berusaha untuk hidup, bebas, dan mengejar kebahagiaan. Akhirnya, orang lupa bahwa yang namanya kepuasan dan kebahagiaan itu hanyalah suatu keadaan yang bisa datang dan pergi, sama seperti rasa lega dan kenyang. Ketika mereka tidak lagi merasa puas atau bahagia dengan yang mereka peroleh sekarang, maka mereka mencari kepuasan-kepuasan yang lebih tinggi lagi, yang juga semakin susah untuk didapatkan. Jadilah orang bertambah serakah dan berebut satu sama lain. Yang menang akan jadi makin rakus, sementara yang kalah akan kembali menjadi tidak puas dan tidak bahagia. Ketika kepuasan yang jadi tujuan hidup itu hilang, maka seketika itulah orang mulai merasa bahwa hidup mereka tidak lagi diperlukan. Itulah mengapa kita sebagai umat manusia semakin maju dan semakin hidup layak, tapi semakin banyak pula orang yang mengakhiri hidupnya sendiri.

Lantas, kita harus punya tujuan hidup yang seperti apa?

Pastor Rick Warren, seperti kita, juga bergelut dengan masalah tujuan hidup. Namun, beliau akhirnya sampai pada kesimpulan yang ia tulis dalam buku The Purpose-Driven Life. Karangan yang laku keras itu diawali dengan pernyataan, “It’s not about you.” Hidup itu bukan soal dirimu. Sebaliknya, hidup ini adalah soal apa yang kita lakukan untuk orang lain, untuk sesama. Dengan begitu, kita tidak terjebak rasa tamak karena kita tidak menjadikan diri sendiri sebagai patokan.

Tidak heran jika orang-orang yang purpose-driven atau bertujuan hidup untuk orang lain memiliki daya tahan yang luar biasa terhadap masalah dan kesulitan. Jika orang hanya mencari kekayaan atau ketenaran diri semata, maka ia akan patah semangat dan kehilangan arah begitu hartanya ludes atau nama baiknya dirusak. Orang yang membaktikan hidupnya demi orang lain tidak bakal surut berpantang meski reputasi, orang terkasih, atau bahkan nyawanya sendiri terancam. Orang semacam ini punya ikrar, manifesto, atau komitmen untuk berjuang demi orang lain dan bukan dirinya sendiri.

Bung Karno punya apa yang ia sebut dedication of life atau sumbangan hidup yang sempat terkenal beberapa waktu lalu saat dibacakan oleh (waktu itu) calon presiden Joko Widodo. Bunyinya:

Saya adalah manusia biasa
Saya tidak sempurna
Sebagai manusia biasa, saya tidak luput dari kekurangan dan kesalahan
Hanya kebahagiaanku ialah dalam mengabdi kepada Tuhan, kepada Tanah Air, kepada bangsa
Itulah
dedication of life-ku
Jiwa pengabdian inilah yang menjadi falsafah hidupku, dan menghikmati serta menjadi bekal hidup dalam seluruh gerak hidupku
Tanpa jiwa pengabdian ini saya bukan apa-apa
Akan tetapi, dengan jiwa pengabdian ini, saya merasakan hidupku bahagia dan manfaat.

Sumbangan hidup seperti inilah yang membuat saya tersadar dari kejenuhan sehari-hari. Saya diingatkan bahwa segala jerih payah yang saya kerjakan itu bukanlah kembali ke diri sendiri, namun yang lebih penting, adalah demi kebaikan orang lain.

Tumpukan tugas yang saya kerjakan atau kelelahan saya mengejar kelas-kelas itu bukan buat diri saya, tapi paling tidak demi keluarga yang telah membesarkan saya dengan sungguh-sungguh. Gelar sebagai orang terdidik, yang semoga nanti saya dapat, harus dibaktikan untuk masyarakat yang sudah berinvestasi pajak atau bahkan sumbangan untuk memelihara sistem pendidikan di negara ini.

Ketika saya dilanda kelelahan dan kejenuhan saat bekerja untuk meyakinkan orang lain, saya sadar bahwa itu bukanlah untuk nama saya sendiri. Tujuan saya semata-mata hanyalah untuk menyadarkan bahwa mereka punya arti lebih dari sekadar hidupnya sendiri dan bahwa mereka dibutuhkan oleh sesamanya.

Saya mungkin belum bisa menuliskan sumbangan hidup sendiri, sebab itu butuh pertimbangan dan pengalaman yang sangat panjang. Namun, bolehlah jika sekarang ini saya sekadar mengutip dan meminjam semangat dari petikan ujaran senior-senior saya semasa SMA dulu:

Saya belajar untuk menjadi apa yang saya mau,
bukan untuk diri saya, tapi untuk mereka dan dunia […]
Jalanku adalah panjang dan berliku,
sementara langkahku hanya mampu satu demi satu.
Tapi, tekadku tidak pernah ragu.
Bahkan, jika nanti aku terkalahkan takdir,
akan kupastikan pengorbanan itu membuka jalan untuk penerusku.
Aku bukan pemimpin terbesar, bukan manusia terhebat.
Tapi, pasti ‘kan kutulis kebajikan-kebajikan di atas pasir,
agar angin keikhlasan menerbangkannya jauh dari ingatan,
agar ia terhapus, menyebar bersama butir pasir ketulusan,
karena aku bukanlah apa-apa melainkan seorang hamba.

Dengan nama Tuhanku, aku memulai perjuangan ini.

4 Comments

Untuk Generasi Perubahan

[2012]

Dengan mengucap nama Tuhanku, akan kuteruskan perjuangan ini.

Aku bukanlah panah yang lupa pada busurnya, melainkan ibarat pedang yang setia pada tuannya. Kurasakan berkali-kali asahan dan tempaan hingga aku menjadi sangat tajam, dan aku siap menggantikan yang terdahulu.

Aku tidak peduli seberapa kuat musuhku saat itu karena aku dibuat bukan untuk menorehkan luka, bukan pula mematikan, melainkan menjaga tuanku.

Aku tak mau berdiam diri hingga karat menyelimuti. Bersama pedang lainnya akan kutebas penjajah pengancam tuanku, menuntaskan mimpi yang terdahulu dan mengusahakan yang terbaik bagi penggantiku.

Meski gagal menghampiri, aku akan terus mengasah, mengalahkan ketumpulan diri. Karena medan laga adalah pembelajaran bagiku.

Aku bukan senjata nomor satu, namun aku yakin Tuhan tahu tanpa aku berucap. Tuhan mengerti maksud hati hanya dengan aku percaya: bahwa aku sedang dibutuhkan dan kepadaku tuanku berharap.

Kayaknya masih banyak yang salah deh, terutama kalimat pertama.

4 Comments

2005 dan 2007

[2005]

Sukses adalah cita-cita atau impian yang mengkristal menjadi tujuan.Yang dijabarkan menjadi rencana dan dilaksanakan dengan kerja keras, keuletan, niat baik, dan keyakinan.Karena keyakinan, aku menjadi sangat berani. Keberanian akan memberikan kekuatan sehingga aku bertarung sepenuh kekuatanku dan menang.

Aku akan berpikir bukan lamanya waktu yang aku gunakan, melainkan waktu yang aku gunakan untuk apa. Dan bukan yang aku lakukan yang bermakna, melainkan apa yang aku berikan untuk orang lain. Dalam mencapai tujuan, aku perlu bertindak dengan kelembutan hati. Sukses tidak selalu dibangun oleh upaya sendiri. Di balik semua pencapaian, terselip pengorbanan orang lain. Hanya bila aku melakukan dengan kebaikan hati, siapapun rela berkorban untuk keberhasilanku.

Kebesaranku tidak terlihat ketika aku berdiri dan memberi perintah. Tetapi ketika aku berdiri sama tinggi dengan orang lain untuk mengeluarkan yang terbaik dari mereka untuk menjadi sukses. Inilah kepemimpinan yang sejati.

Jangan berharap bisa mencapai langkah keseribu apabila langkah pertama tidak dilakukan. Aku takkan pernah terlarut dan terbuai mimpiku. Aku akan bekerja dan terus berusaha. Dan di sinilah aku akan mengawali niat suciku, langkah pertamaku untuk menjadi seorang pemimpin.

[2007]

Aku adalah seorang manusia
yang bertujuan untuk hidup di dunia ini
Mencapai kemenangan, atas prestasi diri
Namun, bukan berarti sukses
Karena sukses adalah suatu hal yang sukar diraih
Butuh pengorbanan besar tuk mencapainya
Sukses bukan berasal dari diri sendiri
Melainkan atas bantuan dari orang-orang di sekitar kita
Yang mau merelakan waktu dan tenaganya
Untuk membantu mencapai cita-cita

Aku adalah seorang pemimpin
Yang selalu meminta pertolongan
Kepada Sang Penguasa di alam semesta
Yang selalu berkaca pada bayang-bayang hitam
Tuk menutupi bekas luka yang kelam

Pemimpin tidak hanya bicara, namun juga bekerja
Tidak hanya bekerja, namun berdo’a
Tidak hanya berdo’a namun berusaha
Karena dibalik semuanya tersimpan rahasia il’ahi

Aku hanya segumpal tanah
Yang diselimuti oleh tulang belulang
Dan diisi oleh darah yang mengalir
Namun aku tak boleh hanya diam
Aku harus berusaha mencapai yang ku inginkan
Aku akan terus belajar dan berusaha
Tuk menjadi pemimpin yang bijaksana
Karna tlah tertanam di hatiku
Dan aku yakin AKU BISA
AKU BISA

Leave a Comment

Empat Tahun ke Belakang

Lanjutan dari Edisi Tiga Tahun.

[2008]

Jika kamu bisa menjaga hati, ketika semua yang kamu punya menghilang dan semua orang menyalahkanmu;

jika kamu bisa percaya terhadap dirimu sendiri di saat semua orang meragukanmu dan memberi kelonggaran pada keraguan mereka;

jika kamu dapat bermimpi tanpa membuatnya jadi raja;

jika kamu bertemu dengan kemenangan dan bencana dan memperlakukan mereka dengan sama;

maka untukmu adalah dunia dan semua yang ada di dalamnya,

dan selebihnya kamu akan menjadi seorang manusia.

Dikopas dari blog seorang alumni yang belum pernah saya temui  (?). Mohon izin ya, Mas. :mrgreen:

Leave a Comment

Edisi Tiga Tahun

[2009]

Saya belajar bahwa dunia dan waktu akan terus berputar, dan saya ada di dalam mereka. Maka langkah demi langkah saya tidak akan sama setiap waktu dan di manapun saya berada.

Saya belajar nantinya saya akan bertemu dengan berbagai manusia yang berbeda-beda. Maka saya harus memutuskan, apakah akan melebur dengan mereka atau membaur dengan apa adanya diri saya.

Saya belajar untuk bisa menjadi apa yang saya mau, bukan untuk diri saya tapi untuk mereka dan dunia. Dan bahwa menjadi bijaksana adalah sesuatu yang harus saya kuasai di tengah-tengah dunia yang penuh dengan benar dan salah. Maka kebijaksanaan itu akan membawa saya menjadi manusia yang hidup dan tidak lemah.

[2010]

Menjadi pion catur yang terus maju, itulah ibarat aku. Setiap pijakanku adalah belajar dan berlatih. Terus maju, menapaki kotak-kotak baru dan menambah ilmu.

Jalanku adalah panjang dan berliku, sementara langkahku hanya mampu satu demi satu. Tapi tekadku tidak pernah ragu. Bahkan jika nanti aku terkalahkan takdir, akan ku pastikan pengorbanan itu membuka jalan untuk penerusku.

Aku bukanlah pemimpin terbesar, bukan manusia terhebat. Tapi pasti kan kutulis kebajikan-kebajikan di atas pasir. Agar angin keikhlasan menerbangkannya jauh dari ingatan. Agar ia terhapus, menyebar bersama butir pasir ketulusan. Karena aku bukanlah apa-apa melainkan seorang hamba.

Dengan nama Tuhanku, aku memulai perjuangan ini..

[2011]

Aku akan terus membangun jejakku, menjalani peran sebagai manusia pembelajar. Bersama manusia lainnya menggerakkan dunia yang dinamis. Bagai roda-roda gigi yang bersinergi. Menegakkan kerja besar: memperbaiki diri pribadi dan juga umat ini.

Meski beratnya perjuangan sering membuatku lelah, tapi Tuhan tahu akan kelelahanku. Maka aku akan berhenti sejenak sebelum melanjutkan perjalananku, untuk menengok keadaan jiwa dan memompa semangatku.

Aku akan berusaha karena kutahu dan percaya: sesungguhnya kehidupan itu hanyalah suatu permainan yang terus berputar. Walau kadang aku berada di atas atau di bawah

Namun aku yakin, sekecil apapun kebaikan yang kuperjuangkan, aku akan ikut membawa perubahan besar untuk peradaban dunia.

__________
Dua yang teratas dikopas dari blog-nya Mbak Vivin yang lama.

Leave a Comment
In word we trust