Setelah tahun kemarin film Marlina disebut-sebut sebagai “satay western” alias film gaya koboi asli Pulau Sumba, sekarang kita disuguhi film garapan Mike Wiluan yang betul-betul mencoba menaruh koboi-koboi asli di Tanah Jawa. Baguskah? Berikut Review Buffalo Boys kali ini.
Duo buffalo boys ialah Jamar (Ario Bayu) dan Suwo (Yoshi Sudarso), yang ternyata putra almarhum Sultan Jawa, ditemani sang paman Arana (Tio Pakusadewo). Ketiganya pulang kampung buat membebaskan tanah mereka dari penjajah jahat Belanda pimpinan Van Trach (Reinout Bussemaker).
Di daerah tempat Van Trach berkuasa ada seorang kepala desa dengan dua anak gadisnya, yaitu Kiona (Pevita Pearce) dan Sri (Mikha Tambayong). Jadi mereka ini ceritanya semacam cem-ceman para buffalo boys.
Yah, bukan film koboi dong kalo ngga ada bumbu-bumbu percintaannya. Memang Buffalo Boys ini film yang sengaja dibikin dengan karakter, plot, adegan, sampai musik ala film Western. Hanya latar tempatnya saja yang pindah ke Pulau Jawa.
Dengan budget yang sepertinya tidak murah, film yang dihasilkan ini sama sekali nggak murahan. Kalau dulu film Merah Putih sukses meraih penonton dengan aksi pertempurannya, Buffalo Boys bisa dibilang berhasil bikin menghibur penonton dengan adegan-adegan kelahinya yang dahsyat.
Resolusi gambar yang dipakai juga sangat lebar, sehingga visual di tiap syutingan jadi berasa sinematis banget. Gambar-gambar pemandangan alam, desa, kota, pelabuhan juga sangat indah. Kalau kata orang-orang di internet, bisa dibilang scenery porn lah. 😂
Musik juga ya seperti layaknya musik film koboi. Kalau kalian sudah nonton Marlina, yah nuansanya seperti itu. Hanya saja, kali ini musiknya tidak ada unsur etniknya sama sekali. Jadi, ini plek sama dengan trek suara film Western lain-lain.
Adegan gebuk-gebukan dan bunuh-bunuhan juga hidup sekali dalam mematikan para karakter, yang pastinya bikin cebong….. eh penonton kejang-kejang. Ini luar biasa memang koreografinya. Sekelas The Raid lah kalau mau dibandingkan.
Nah, di samping semua yang bagus-bagus tadi, ada beberapa hal yang sayang sekali absen dalam film ini.
Pertama, Buffalo Boys nggak menggambarkan latar sejarah dengan baik. Di awal film, Jamar, Suwo, dan Arana digambarkan numpang kereta di California sambil bikin taruhan duel. 6 bulan kemudian, mereka balik ke Jawa dan berziarah ke makam Sultan Jawa yang ada di…. Candi Prambanan.
Hal lain yang aneh adalah Van Trach beserta balatentara Belandanya yang bicara bukan pakai bahasa Belanda, tapi bahasa Inggris. Padahal, aktornya Van Trach sendiri asli Belanda. Kota tempat markas Van Trach juga bukan macam kota-kota yang lazim ditemui zaman Hindia-Belanda.
Iya, memang ada gedung berarsitektur Eropa, tapi juga ada saloon dengan pintunya yang khas, ada gadis-gadis yang bajunya lebih mirip Southern Belle di Amerika daripada noni-noni Belanda, ada pula tampak kota yang gersang padahal kotanya sendiri ada di tengah hutan di pengunungan.
Tapi, ya, ini kan memang film gaya Western, bukan film kompeni. Wajar dong kalau latarnya macam begitu? Iya juga sih.
Lanjut!
Kelemahan Buffalo Boys kedua adalah nalar ceritanya yang kadang-kadang teler.
Pak Kepala Desa, yang di satu baris dialog marah besar dengan kehadiran para koboi Jowo (?), beberapa detik kemudian langsung mempersilakan mereka makan malam bersama, semacam habis dihipnotis Uya Kuya.
Selain itu, ada adegan ketika Jarwo… eh Jawar, Suwo, dan Arana (susah banget sih nama karakternya) pergi mengejar Van Tach sementara Kiona ditinggalkan begitu saja tanpa omongan apa-apa. Kan sakit ditinggal ngilang gitu aja~ hehehe.
Masih banyak lagi kejanggalan-kejanggalan plot yang kalau dibeber di sini bisa bikin bocor cerita. But who the hell watches cowboy movies for the plot anyway?
Simpulannya sih, apakah Buffalo Boys kudu ditonton? Freaking yes!
Ini hiburan yang segar buat pemira film di tanah air di tengah jenis tontonan layar lebar yang cenderung masih itu-itu saja. Tapi jangan terlalu berharap Buffalo Boys jadi karya sinema yang berbobot.
Buffalo Boys sejatinya adalah pastiche, yaitu film yang sengaja dibuat dengan format dan formula film yang ada di film sebelumnya, dalam hal ini film Koboi/Western. Tujuannya apa? Ya supaya penonton pada terhibur. Buffalo Boys to Western movies is like Kingsman to spy movies.
Jadi, ya, kalau teman2 menemukan adegan dua orang koboi yang menerjang musuh menunggang kerbau alih2 kuda, ya jangan anggap itu sebagai cerminan sejarah penjajahan Belanda di Indonesia. Toh ini cuma film Western dengan rasa Indonesia yang renyah.
Sekian dan salam koboi~
Be First to Comment