Kemarin lusa, aku menemukan buku Kakilangit Sastra Pelajar di perpustakaan. Di tengah stereotip bahwa sastra dan membaca bukan kebiasaan remaja Indonesia, buku ini sedikit membuatku lega. Ternyata tidak semua remaja Indonesia hanya bisa merangkai kata-kata gombal murahan dan/atau menulis fan fiction anime atau artis Korea.
Puisi-puisi yang ditulis tidak kalah menariknya (setidaknya untukku) dengan karya-karya pujangga yang lebih senior seperti Sapardi, Sutardji, atau Alois. Tema-tema yang diangkat sangat luas, mulai dari Simfoni Mahler no. 9 sampai penyalahgunaan narkoba. Gaya menulisnya juga sangat tereksplorasi, jauh dari gaya bahasa status-status ababil di Facebook atau twit di Twitter yang begitu-begitu saja.
Tapi ternyata tidak sampai di situ, anak-anak Horison ini ini ternyata lebih mengerikan dari yang kuduga. Di bagian esai, ada tulisan yang memuat pembahasan filsafat kontinental yang jelas membuatku bingung. Bahkan Ir. Melani Budianta di bagian epilognya juga menyatakan kekaguman beliau atas karya-karya yang dimuat.
Kesimpulannya, faith in teenagers: restored.
______
Gambar diambil dari hasil penelusuran Google, sumber dari sini (sudah tidak valid).
iku taun piro an -_-
Cepet banget ngomennya.
Taun berapa apanya? Bukunya? Kayaknya masih belum terlalu lama deh. Ya seenggaknya kan masih ada relevan-relevannya dikit. 😕
setauku agak lama sih itu soale. jaman durung ono iPad :))