Skip to content

Month: June 2012

Ekspresi/Impresi

Mana yang lebih sesuai dengan dirimu, ekspresif atau impresif?

Waktu pertama kali ditanya ini, aku memilih impresif. Ya, jelaslah, karena aku bukan orang yang ekspresif. Aku tipe orang yang lebih suka dengan kesan daripada tindakan.

Eh, sebenarnya apa sih maksud pertanyaan ini? Ekspresif mencerminkan bahwa seseorang hanya tertarik untuk memperhatikan tindakan-tindakan yang dilakukannya. Sedangkan impresif berarti bahwa seseorang cenderung melihat apa yang dipikirkan orang lain atas tindakan-tindakannya. Singkatnya, orang yang ekspresif fokus pada tindakannya sedangkan orang yang impresif fokus pada kesan orang lain atas apa yang ia lakukan.

Ternyata kecendurang impresifku sangat kuat. Think before (you) act, kata orang. Memang, setiap hal yang dilakukan akan ada konsekuensinya. Tapi konsekuensi yang terpikir olehku selalu berupa pendapat orang. Jika aku melakukan sesuatu, aku pasti berpikir dalam-dalam bagaimana orang lain akan memandang pekerjaanku itu. Bisa saja mereka memuji, bersikap biasa, atau malah mencibir. Hal seperti inilah yang membuatku sering ragu-ragu untuk melakukan sesuatu. Kadang, aku nggak melakukan hal yang seharusnya kulakukan karena keragu-raguan ini.

Kenapa SBY dibilang peragu? Menurut analis-analis politik (entah yang mana), SBY punya kecenderungan menjaga citra (image). Pak SBY selalu menjaga supaya impresi orang terhadap beliau tetap baik. Setiap ada permasalahan, Presiden selalu berhati-hati dalam membicarakannya. Dengan gaya bicara yang diplomatis dan tidak frontal, beliau berusaha menghindari ada pihak yang tersinggung. Tujuannya ya supaya citra sebagai Presiden yang santun tetap terjaga. Tapi ujung-ujungnya, Pak SBY malah dicap peragu dan tidak punya pendirian karena tidak bisa melakukan tindakan-tindakan yang radikal.

Kira-kira seperti itulah akibatnya berpendirian impresif. Aku sendiri menduga, Pak SBY sebenarnya punya rencana-rencana dan pemikiran yang bagus. Tapi ketika melaksanakannya, beliau harus berhadapan dengan orang-orang yang kontra terhadap rencananya. Dan ketika pihak kontra ini sudah berkelakar, tuduhan-tuduhan yang tidak baik akan beredar. Tentu sebagai seorang pemimpin negara, beliau tak ingin nama baiknya (yang mewakili negara) tercemar. Oleh karena itu Presiden mencoba bersikap tidak terlalu tegas dan diplomatis.

Belajar dari kisah Pak SBY di atas, aku mulai berpikir lagi tentang sikap impresifku. Sebenarnya nggak ada yang salah dengan memperhatikan pendapat orang. Tapi kalau kita mau mengikuti kata orang lain terus-terusan, lalu kapan kita bisa mengambil pendirian sendiri?

 

Leave a Comment

909

Selepas pulang sekolah, aku langsung melempar tas dan jaketku ke dalam kamar. Sejurus kemudian, aku sudah berada di atas atap rumah. Entah apa yang kulakukan. Matahari sudah berada di ufuk barat. Dalam pemandanganku, semua benda tampak memantulkan sinar jingga.

Sebenarnya aku tak suka melihat pemandangan seperti ini. Semua benda yang termandikan sinar jingga itu terlihat seperti akan musnah. Semakin lama, sinar itu semakin pekat sampai aku tak dapat melihat apapun yang tak jingga. Sinar jingga itu akhirnya membuatku tak bisa lagi membedakan benda-benda di sekitarku.

Senja itu semisal sekarat. Ia membatasi hari yang hidup dengan malam yang mati. Matahari seolah hendak mencabut nyawaku seraya terus terbenam. Aku bisa melihat bunga-bunga yang mekar di taman tetanggaku sebentar lagi akan layu. Rumah-rumah, gedung-gedung tinggi, dan menara-menara semuanya akan lapuk dan hancur dimakan usia suatu hari kelak. Ya, ternyata semua yang ada di dunia ini fana!

Aku mulai berpikir tentang impian, keberhasilan, dan cinta yang dipaksa menunggu. Semuanya kelak akan musnah seiring aku mendekati kematian. Aku pun tentu takkan tahu kapan kematian itu akan tiba.

Angin yang sepoi ditambah matahari yang sedang kembali ke peraduannya membuat kesadaranku semakin kabur. Seiring hilangnya kesadaranku, aku mulai menggumam soal hidup dan mati.

Sudah hampir maghrib, entah siapa nanti yang membangunkanku.

Leave a Comment

La Lutte Finale

I always thought that my struggle will soon come to an end. But what I expected was the end actually is the beginning of something new.

Because I am leveling up. And humans can’t stop leveling, aren’t they?

Leave a Comment

Joyce Carol Vincent

There’s this story of a woman. She died in 2003 and it took three years for anyone to notice that she’s been dead. She lived a perfectly normal life, with friends and career. She even said to have been shaken hands with Nelson Mandela. And yet, there’s no one to notice her upon her death.

It’s just terrifying to realize that we humans (or maybe some of us) has changed to such an individual creature. The modern way of life makes it possible for someone to live without having to be in contact with others. It’s ironic that when humanitarian activists called for universal brotherhood, more people are being cast off the society.

Let’s leave the ideological talk at that.

I sometimes feel disconnected from the world. Or rather, I disconnect myself from the world. There are times when I lost faith in people and kept a distance from them. It’s like a hedgehog who stays away from other hedgehogs out of fear that it might be hurt by others’ quills.

Maybe I’m a loner. Maybe it’s just me being selfish. I used to say, “someone who thinks that they have no friends actually have people around them.” But that alone is not enough. Even someone who has friends can die without anyone noticing (like the woman’s story I mentioned).

Then what? I’m still finding the answer.

What isn’t remembered never happened. If you aren’t remembered, then you never existed.

— from Serial Experiments Lain

2 Comments
In word we trust