Skip to content

Month: July 2021

5 Kesalahan dalam Mendaftar di Seleksi CPNS

Kenapa tiba-tiba nulis dengan topik ini? Jujur, yang pertama, alasannya adalah karena seleksi CPNS ini topik yang diminati banyak orang, apalagi di musim-musim susah seperti ini. Terlepas apapun omongan-omongan orang tentang pegawai negeri, aparat pemerintah, umbi-umbian, apapun itu istilahnya, memang seleksi CPNS ini selalu jadi rebutan orang. Bahkan ada selorohan tentang orang-orang yang biasanya nyinyir sama kerjaannya PNS, tapi kalau musim seleksi CPNS juga ikut daftar.

Ramainya orang mendaftar ini juga didorong karena anggapan-anggapan bahwa Pegawai Negeri Sipil itu status yang “unik.” Keunikannya ya bisa dibilang dari hal yang buruk kayak stereotip main Zuma di kantor, pelayanan yang payah, pejabat yang nggak kompeten, dan lain-lain. Ada juga anggapan unik yang mencakup ekonomi kayak gaji stabil, ada uang pensiun, dan sebagainya. Bahkan, ada juga yang berpersepsi PNS itu menempati status tersendiri sebagai kelompok kasta kesatria, atau kalau kata orang Jawa priyayi. Tidak jarang orang menganggap kerja PNS sebagai suatu pengabdian kepada negara. Intinya, status PNS itu seolah dianggap sebagai pekerjaan yang berbeda dari mereka yang bekerja di sawah, di warung, di bank, di perusahaan startup, di agensi-agensi kreatif, dan sebagainya.

Saya sih nggak setuju dengan semua stereotip di atas. Di negara-negara maju, mungkin banyak yang menganggap pegawai pemerintah itu punya kelebihan karena masa kerjanya, benefit yang ditawarkan, sampai kesempatan karir sebagai pegawai pemerintah. Namun, tidak ada yang menganggap kalau pegawai negeri itu sampai jadi kasta tersendiri atau bahkan menganggap dirinya sebagai abdi negara. Betapapun “hebat”-nya pegawai negeri, ya pada akhirnya ia hanya pekerjaan biasa seperti halnya orang-orang lain yang bekerja. Tidak perlu dianggap aneh, diistimewakan, atau dianggap mulia. Nassim Nicholas Taleb, seorang filosof yang saya sukai tulisan-tulisannya, pernah mengatakan:

“A sign of development for a country is in the lack of prestige for government officials.”
“Tanda majunya suatu negara bisa dilihat dari tidak adanya gengsi dalam menjadi pejabat pemerintah.
— Nassim Nicholas Taleb

Saya setuju banget dengan ini. PNS nggak perlu dianggap pekerjaan bergengsi ataupun aneh, karena pada intinya ya ia sesuatu yang sama dengan pekerjaan lainnya. Orang mungkin hanya berpendapat begitu karena kekurangan informasi, dan memang informasi soal pegawai negeri sering nggak disampaikan secara transparan. Entah itu cara seleksinya, pekerjaan sehari-harinya, gajinya, pengembangan karirnya, dan lain-lain. Semua terkubur dalam teks-teks peraturan yang begitu banyaknya hingga sulit dipahami orang awam. Karena itu, untuk menghilangkan kesan “misterius” dalam menjadi PNS ini saya menulis hal-hal yang saya tahu soal PNS. Saat ini, kita mulai dulu dari soal rekrutmen atau seleksi CPNS.

Saya akan mencoba menjabarkan 5 kesalahan yang sering dilakukan pendaftar seleksi CPNS dan bagaimana sikap/tindakan yang bisa diambil buat mengantisipasinya.

1. Tidak tahu alasan mendaftar

Sering kali orang daftar seleksi CPNS tanpa sadar alasan mereka ingin ada di sana. Ya, banyak juga yang sebetulnya tidak ingin tapi terpaksa, but that’s another matter.

Banyak yang beranggapan PNS itu kerjanya pasti santai, pasti uangnya cukup, dan pasti hidupnya terjamin sampai pensiun. To some extent, ini ada benarnya, walau tidak selamanya. Tapi, di sisi lain, ada banyak downsides yang harus dihadapi kalau jadi PNS.

Misalnya, ketika mendaftar peserta harus membuat surat pernyataan bahwa dirinya tidak akan meminta pindah unit kerja dengan alasan apapun selama 10 tahun sejak diangkat. Ini tentu berat buat yang akan merantau. Bahkan perusahaan saja jarang yang kontraknya sepanjang itu.

Hal lainnya yang perlu dipertimbangkan adalah banyaknya aturan yang harus ditaati PNS, mulai dari soal kesetiaan kepada negara dan pemerintah sampai urusan-urusan pribadi seperti izin atau menikah. Iya, PNS menikah saja harus juga lapor ke kantor. 💁‍♂️

Di banyak negara termasuk Indonesia, PNS/civil service adalah ranah kerja yang masa kerjanya bisa panjang sekali, bisa bertahun-tahun bahkan hampir seumur hidup. Sebagai gambaran, usia pensiun PNS pada umumnya 58-60 tahun. Ada yang sampai 65 tahun bahkan 70 tahun untuk dosen yang duduk sebagai Guru Besar/profesor. Sementara itu, tidak terlalu sering ada rotasi/mutasi kepegawaian yang memindahkan orang dari satu instansi ke instansi lain. So before signing up, sincerely ask yourself: do I wanna do this job for the rest of my life?

Kalau pembaca masih belum yakin menjawab pertanyaan di atas, ada baiknya mencoba jadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kinerja (PPPK). PPPK ini sama-sama pegawai pemerintah atau istilahnya Aparatur Sipil Negara dengan PNS. Pendapatannya pun sudah diatur sehingga tidak berbeda dengan PNS. Yang membuat beda, PPPK sistem kerjanya kontrak dalam jangka waktu 1-5 tahun. Di satu sisi, ini artinya tidak ada kepastian kerja sampai pensiun. Di sisi lain, justru ini memberikan keleluasaan buat orang-orang yang nggak mau “dikunci” karirnya hanya untuk ke instansi pemerintah atau sektor publik, tapi bisa juga punya mobilitas karir ke sektor swasta sehingga kesempatan bereksplorasinya lebih luas.

2. Salah strategi dalam memilih posisi yang dilamar

Sering kali orang mendaftar karena asal ingin diterima saja. Padahal, seperti kata pepatah, posisi menentukan prestasi. Makanya, pemilihan posisi yang dilamar itu sebetulnya sangat penting.

Ada beberapa hal yang harus diingat waktu memilih posisi:

2.a. Kecocokan formasi

Pastikan teman-teman tidak salah pilih formasi. Di seleksi CPNS ada beberapa macam formasi:

  1. Umum, bisa diikuti oleh semua kategori pendaftar
  2. Lulusan Terbaik alias cum laude, bisa diikuti oleh pelamar yang memiliki IPK 3.5 ke atas dari Perguruan Tinggi terakreditasi A dan program studi terakreditasi A
  3. Diaspora, bisa diikuti pelamar yang berstatus WNI dan sedang bekerja di luar negeri minimal 2 tahun
  4. Penyandang Disabilitas, bisa diikuti pelamar penyandang disabilitas (jenis disabilitas yang diterima tergantung ketentuan dari instansi yang menerima)
  5. Putra/Putri Papua dan Papua Barat, bisa diikuti pelamar yang lahir di kedua provinsi tersebut (yang dibuktikan dengan beberapa dokumen)
  6. Tenaga Pengamanan Siber (Cybersecurity), bisa diikuti oleh praktisi cybersecurity dan ini hanya khusus diadakan beberapa instansi pemerintah yang fokusnya adalah keamanan (misalnya Kepolisian)

Pilihlah formasi yang sesuai dengan kondisi teman-teman. Kalau kriterianya tidak sesuai dengan cum laude, ya jangan dipaksakan daftar karena pasti tidak akan lulus administrasi. Pilih yang sesuai saja. Jangan kalah sebelum bertempur.

Lebih lanjut tentang ketentuan formasi bisa dibaca di Permenpan RB no. 23 tahun 2019.

2.b. Latar belakang pendidikan

Jangan pula daftar posisi yang jelas-jelas kualifikasi pendidikannya nggak cocok. Misalnya, punya ijazah S-1 Sastra Inggris tapi daftarnya guru yang syaratnya S-1 Pendidikan Bahasa Inggris. Ya pasti tidak akan lolos seleksi administrasi.

Jangan daftar posisi D-3 padahal ijazahnya S-1. Ini juga nggak bakal diterima. Kalau posisi SMA gimana? Nah kalau ini baru bisa karena syarat ijazah SMA-nya terpenuhi. But I very strongly recommend against it kalau ijazahnya S-1. Kasian karirnya nanti. 🙁

Kalau misal ragu atau butuh info yang lebih pasti, jangan ragu-ragu untuk bertanya ke panitia seleksi di instansi yang ingin dilamar, baik itu lewat telepon, email, atau media sosial. Tiap panitia instansi biasanya punya kebijakan sendiri-sendiri soal syarat latar belakang pendidikan yang dibolehkan melamar.

Ingat ya, tanyanya ke instansi masing-masing, jangan ke Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang biasanya jadi gerbang info seleksi CPNS dan diserbu banyak penanya. Mereka hanya tahu syarat secara umum saja dalam peraturan perundang-undangan. Yang punya keputusan menerima atau tidak menerima pendaftaran dari jurusan tertentu adalah instansi masing-masing. Kecuali memang mau daftar di BKN, baru bisa tanya ke admin BKN.

2.c. Jenis jabatan yang dilamar

Nah ini yang sering pendaftar nggak aware. Ada dua jenis jabatan PNS untuk yang sifatnya entry-level buat lulusan S-1: jabatan fungsional dan jabatan pelaksana.

Jabatan fungsional adalah jabatan yang disusun berdasarkan tingkat keahlian/keterampilan. Alias jabatan yang punya jenjang expertise. Contohnya dosen yang ada jenjangnya dari asisten ahli, lektor, lektor kepala, sampai guru besar/profesor. PNS di jabatan fungsional bisa naik pangkat sesuai dengan prestasi kerjanya dalam bentuk angka kredit. Dosen yang sering publikasi atau pustakawan yang sering melakukan layanan pasti karirnya lebih cepat meningkat daripada yang kurang aktif bekerja. Kenaikan pangkat paling cepat 2 tahun sekali tergantung prestasi kerja. Kenaikan jabatannya bahkan (setidaknya secara teori) bisa diajukan setiap tahun.

Jabatan pelaksana adalah jabatan yang job description-nya pakem dan tidak ada jenjang keahliannya. Misalnya posisi “pengelola perpustakaan.” Pekerjaannya akan tetap seperti itu sampai ia berpindah jabatan. Kenaikan pangkat tidak berdasarkan prestasi namun otomatis 4 tahun sekali. Walaupun otomatis naik, tapi ada batas pangkat maksimum kecuali ia melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi atau menjadi pejabat administrasi (= posisi manajerial tapi bukan pimpinan tinggi).

Karena tidak ada jenjang keahlian, maka biasanya pejabat pelaksana akan meningkatkan karir dengan menjadi pejabat struktural (biasa dikenal dengan pejabat eselon IV-I) atau pindah ke jabatan fungsional yang mobilitas karirnya lebih tinggi.

Jadi, menurut saya sebaiknya pilih jabatan fungsional saja supaya nanti urusan mobilitas karirnya lebih mudah.

Apalagi, baru-baru ini sudah ada instruksi presiden untuk memangkas birokrasi sehingga eselon III dan IV dihilangkan. padahal jabatan eselon ini adalah satu-satunya sarana “naik kelas” bagi pejabat pelaksana.

Bagi pejabat fungsional, mereka bisa naik karir dengan jadi pejabat eselon atau naik jenjang keahlian. Selain itu, pejabat fungsional juga punya tunjangan khusus sesuai dengan jabatannya masing-masing. Selain tunjangan jabatan fungsional ini sendiri, komponen tunjangan kinerja pejabat fungsional juga lebih tinggi daripada pejabat pelaksana karena biasanya grade atau tingkat jabatannya lebih tinggi dari pejabat pelaksana untuk posisi entry-level (posisi yang diterima setelah lolos CPNS dan diangkat jadi PNS).

Biasanya, di pendaftaran jabatan fungsional ditandai dengan frasa “Ahli Pertama”, misalnya “Guru Ahli Pertama” atau “Pranata Komputer Ahli Pertama.”

Kalau masih bingung soal jabatan fungsional dan pelaksana ini, sila baca daftar jabatan pelaksana dan fungsional beserta deskripsi kerjanya masing-masing:

Daftar dan deskripsi jabatan fungsional: https://www.bkn.go.id/unggahan/2022/09/Profil-Jabatan-Fungsional-2020.pdf

Daftar dan deskripsi jabatan pelaksana: https://jdih.menpan.go.id/dokumen-hukum/KEPMEN/jenis/1626?KEPUTUSAN%20MENTERI

3. Kurang memahami instansi yang dituju

Orang sering salah kira bahwa PNS di mana-mana itu kerjanya sama, jalur karirnya sama, dan gajinya sama. Padahal, sederhananya, 3 hal tadi tergantung di instansi mana kerjanya PNS itu.

3.1. Jenis-jenis Instansi PNS

Secara umum, instansi pemerintah yang “dihuni” oleh PNS ada 4 macam:

  1. Kementerian
  2. Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (LPNK)
  3. Lembaga Non-Struktural (LNS)
  4. Pemerintah daerah (Provinsi/Kota/Kabupaten)

3.1.a. Kementerian

Dipimpin menteri, dan menteri rata-rata bukan berlatar belakang PNS. Yang PNS adalah pejabat-pejabat eselon I di bawahnya. Misalnya di Kemdikbud, Nadiem Makarim sebelumnya sama sekali nggak ada hubungan dengan PNS tapi jadi pucuk pimpinannya.

Ada juga kementerian yang pimpinan tertingginya diambil dari PNS di sana. Misalnya Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang diplomat Kemlu. Memang secara tradisi Menlu adalah “orang dalam” kementerian tersebut.

Kementerian ada yang besar dan ada yang kecil. Semakin besar, maka jumlah kantornya pun semakin banyak. Misalnya Kementerian Keuangan atau Agama yang di masing-masing daerah punya cabang.

Bandingkan dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang kantornya cuma 1 di Jakarta. Ini penting untuk dipertimbangkan karena akan mempengaruhi penempatan kerja nantinya. Kalau kementerian hanya ada di pusat, ya otomatis tidak bisa minta pindah ke daerah. Hal ini ada dampak positifnya juga, yaitu kecil sekali kemungkinan dimutasi/dipindahkan keluar lokasi yang ada di instansi yang sekarang. (Kecuali pindah ibukota, hehehe.)

Lembaga kementerian juga biasanya dinamis. Bisa diubah-ubah sewaktu-waktu tergantung kebijakan presiden. Misalnya Kemristekdikti yang Dikti-nya sekarang dicopot dan dikembalikan ke Kemdikbud. Kementerian Ristek pun juag kemudian bubar juga, dilebur ke Kemdikbud.

3.1.b. Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (LPNK)

LPNK adalah lembaga yang menjalankan tugas pemerintahan yang khusus dan biasanya skalanya lebih kecil dari kementerian, misalnya LIPI di bidang penelitian atau Perpusnas di bidang perpustakaan.

Berbeda dari kementerian, LPNK hampir pasti dipimpin oleh PNS (kecuali yang pimpinannya dari TNI atau Polri seperti BNPB atau Bakamla). Otomatis, dinamika organisasinya menurut saya relatif nggak sekencang kementerian yang hampir pasti akan berubah setiap presiden mengangkat menteri baru.

Seperti kementerian, LPNK juga ada yang besar dan ada yang kecil. Misalnya, LIPI punya banyak kantor dan pusat penelitian di beberapa daerah. Sementara Perpusnas “hanya” punya 2 kantor pusat dan 2 unit perpustakaan proklamator di Blitar dan Bukittinggi.

Secara kelembagaan, LPNK cenderung nggak terlalu dinamis karena biasanya nggak tersentuh kebijakan politik yang dilakukan presiden. Misalnya, Arsip Nasional RI (ANRI) ya lembaganya cenderung tetap begitu bahkan sejak zaman Belanda waktu namanya masih Landsarchief.

3.1.c. Lembaga Non-Struktural (LNS)

LNS adalah lembaga yang dibentuk dalam rangka melaksanakan peraturan/kebijakan tertentu. Contoh LNS yang terkenal adalah KPK dan Komnas HAM. Yang memimpin biasanya orang TNI/POLRI atau anggota/komisioner dari kalangan sipil.

Anggota dan komisioner ini bukan PNS. PNS tertinggi di LNS biasanya adalah sekretaris jenderal. Secara kelembagaan, LNS biasanya lebih kecil dari kementerian/LPNK sehingga ruang gerak bagi pegawainya pun juga menurut saya lebih sempit.

3.1.d. Pemerintah daerah

Berbeda dari PNS di pusat (kementerian/lembaga) yang dikelompokkan berdasarkan sektornya, PNS daerah semuanya berada di bawah kendali kepala daerah, yaitu gubernur, bupati, atau walikota. Makanya, struktur kelembagaannya pun berbeda-beda tergantung daerahnya.

Akibatnya, penghasilan yang diterima juga berbeda. Banyak PNS daerah yang hidupnya pas-pasan karena penghasilannya juga kecil dan ada juga PNS daerah yang penghasilannya mengalahkan PNS pusat karena daerahnya sudah maju.

Menurutku pribadi, mobilitas karir pada umumnya lebih baik di kementerian/lembaga pusat yang lingkup kerjanya se-Indonesia karena di daerah ya otomatis lingkup kerjanya lebih terbatas. Tapi, jika teman-teman lebih memilih bisa bekerja di daerah asal atau daerah yang diinginkan dibandingkan mengejar kesempatan karir, memang lebih baik memilih instansi Pemerintah Daerah.

3.2. Instansi menentukan remunerasi

Seperti yang sedikit dibahas sebelumnya, pilihan instansi akan menentukan penghasilan yang akan diterima. Orang sering terkecoh dengan tabel gaji pokok PNS yang angkanya memang kecil. Untuk golongan III/a, golongan untuk lulusan S1, gaji pokoknya hanya sekitar 2,5 juta. Jadi, orang sering beranggapan bahwa mereka hanya akan terima sejumlah ini per bulannya jika jadi PNS. Padahal, banyak komponen penghasilan PNS selain gaji pokok, yang jumlahnya biasanya lebih besar dari gaji PNS itu sendiri. Makanya, yang penting buat diketahui dari PNS itu bukan gaji, tapi remunerasi atau penghasilan total selama sebulan alias take home pay.

Nah, ada komponen penghasilan yang besarannya sama untuk semua PNS di Indonesia, tapi juga ada yang berbeda menurut jabatan yang diduduki dan instansi tempat PNS tersebut bekerja.

Komponen penghasilan PNS secara umum. Tidak komplit karena banyak sekali aturannya.

Dari tabel ini, yang paling signifikan mempengaruhi penghasilan PNS adalah Tukin/TPP/tunjangan lain yang sejenis itu. Tunjangan tersebut gap-nya bisa sangat jauh tergantung instansinya. Oleh karena itu, jika ingin hitung-hitungan penghasilan yang diterima, sebaiknya cari informasi tentang Tukin/TPP/lainnya tadi.

Semua informasi tentang komponen penghasilan ini terbuka di internet dan bisa dilihat di berbagai dokumen peraturan tentang penghasilan PNS. Tapi nggak akan cukup tempat di tulisan ini buat membahas sampai ke sana, jadi teman-teman bisa mencari tahu sendiri.

2.3. Instansi Pembina

Oh iya, di poin 2.c. saya sempat menulis bahwa sebaiknya pilih lowongan jabatan fungsional daripada jabatan fungsional. Nah, sebaiknya dalam memilih jabatan fungsional ini juga pertimbangkan apakah jabatan fungsional itu ada di instansi pembina atau bukan.

Apa itu instansi pembina? Jadi, setiap jabatan fungsional punya bidang kepakaran sendiri-sendiri, dan instansi pembina adalah lembaga yang bertanggung jawab atas kepakaran di bidang tersebut. Misalnya, jabatan arsiparis bisa ada di macam-macam lembaga, tapi yang punya kebijakan terkait jabatan itu adalah Arsip Nasional Republik Indonesia sebagai instansi pembinanya. Begitu juga dengan peneliti, yang bisa ada di berbagai macam lembaga pemerintah. Namun, induk jabatan fungsional peneliti alias instansi pembinanya adalah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Instansi pembina punya peran penting untuk pengembangan profesi di jabatan fungsional yang dibinanya. Misalnya, kegiatan pengembangan karir seperti diklat, seminar, dan semiloka yang terkait jabatan fungsional biasanya diadakan oleh instansi pembina. Demikian juga dalam soal pengembangan karir. PNS jabatan fungsional yang bertugas di instansi pembina biasanya punya peluang karir lebih luas daripada yang tidak bertugas di instansi tersebut. Hal ini karena penilaian kenaikan pangkat dan jabatan untuk pejabat fungsional dipengaruhi oleh instansi pembina.

Apa saja instansi pembina itu? Teman-teman bisa lihat di dokumen Profil Jabatan Fungsional PNS yang saya tautkan di bagian 2.c. tadi.

Jadi, jika memungkinkan, usahakan daftar di jabatan fungsional yang ada di instansi pembina. Tentu ini akan mengurangi opsi lowongan yang bisa jadi pilihan. Tapi ini akan berpengaruh ke mobilitas karir apabila diterima.

Nah, kalau misal opsi jabatan fungsional di instansi pembina tidak tersedia, ya tidak harus dipaksa juga. Bisa daftar ke instansi yang lain dulu. Teman-teman bisa cari advantage di hal-hal lainnya selain soal instansi pembina.

4. Tidak mengurus berkas sesegera mungkin

Ini persoalan yang sebenarnya sepele tapi bikin pusing.

Dalam mendaftar seleksi CPNS, berkas yang dibutuhkan sangat banyak: SKCK, surat sehat jasmani dan rohani dari RS pemerintah, surat pernyataan, bahkan sampai sertifikat bahasa Inggris.

Oleh karena itu, usahakan mengurus semua ini secepat-cepatnya. Semakin mepet deadline, biasanya antrean di Polres dan RS semakin menumpuk sehingga akan susah mendapatkan dokumen yang kita mau di hari itu juga.

Terlebih lagi, semakin dekat deadline biasanya sistem pendaftaran SSCN akan semakin sering macet. Makanya, usahakan selesaikan upload berkasnya seawal mungkin.

5. Tidak tahu apa yang harus disiapkan untuk SKD dan SKB

Pada umumnya, seleksi CPNS punya 3 tahap: 1) Seleksi Administrasi, 2) Seleksi Kompetensi Dasar (SKD), dan 3 (Seleksi Kompetensi Bidang (SKB). Seleksi Administrasi sebenernya simpel. Selama memenuhi persyaratan secara berkasnya, pasti akan lolos. Ingat-ingat aja poin nomor 4 tadi. Jadi, di sini kita akan fokus ke seleksi tahap SKD dan SKB.

5.a. Seleksi Kompetensi Dasar (SKD)

Soal SKD sama untuk semua pendaftar CPNS apapun instansinya, menggunakan CAT (Computer-Assisted Test, intinya tesnya dikerjakan lewat komputer).

SKD sendiri terbagi beberapa bidang:

  1. Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), materinya kewarganegaraan + sejarah + ilmu sosial
  2. Tes Inteligensi Umum (TIU), sama persis dengan Tes Potensi Akademik, Tes Skolastik, dan lain-lain yang biasa kita temukan di ujian masuk kuliah dan seleksi beasiswa
  3. Tes Karakteristik Pribadi (TKP), yang ujiannya berisi soal-soal studi kasus di tempat kerja yang mengukur apakah pelamar punya “mentalitas” atau mindset sebagai PNS atau tidak

Selengkapnya tentang materi TWK, TIU, dan TKP, sila baca Permenpan RB no. 23 tahun 2019 di bagian K (seleksi). Pelajari betul indikator-indikator yang dinilai dan buat sebagai daftar materi untuk dipelajari. Tautan: http://cpns.pertanian.go.id/files/Peraturan_Menteri_PAN-RB_No._23_Tahun_2019.pdf Permenpan RB Nomor 27 Tahun 2021 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil dan perubahannya dalam Permenpan RB Nomor 52 Tahun 2021.

Ini penting terutama buat TKP, yang tahun lalu banyak membuat peserta gugur karena passing grade-nya tinggi. Banyak yang bilang TKP itu sifatnya subjektif. Ya memang ada unsur subjektivitasnya, tapi semua arah jawaban yang dimau sebetulnya sudah ada di kisi-kisi dari Permenpan tadi. Plus, ini menurutku ya, di dalam mengerjakan TKP itu kita harus bisa mengira-ngira trait atau sifat apa yang diinginkan employer kita, dalam hal ini negara dan pemerintah Indonesia. Nah, sifat-sifat itu kita temukan dengan membaca peraturan tadi. Intinya, please read the fine print.

Nah, pertanyaannya, sumber belajar buat CPNS dari mana? Apakah harus beli buku? Sebetulnya enggak juga. Di Telegram udah banyak grup yang membagi-bagikan materi dan latihan soal buat SKD dan sudah tersusun per kategori dan subkategorinya. Dan soalnya pun sering kali sama dengan buku-buku mahal di toko buku. Sebetulnya hal yang terpenting dari belajar SKD adalah tahu mana materi yang sudah kita kuasai dan mana yang belum, supaya belajarnya terstruktur. Kalau cuma drilling-drilling soal aja tanpa belajar materi menurut saya kurang efisien.

Prioritaskan menguasai apa yang sudah kita bisa, baru setelah itu melengkapi materi yang kurang dimengerti. Misalnya, di TIU, dari aspek kemampuan verbal, numerik, dan figural, mana yang paling kita kuasai dan mana yang paling kita enggak kuasai? Fokus dulu di yang unggul.

Saya sendiri dulu lebih unggul di soal-soal TIU mengenai kemampuan verbal (bahasa). Dari hasil tryout, memang hasilnya lebih tinggi di bagian itu. Makanya di awal-awal saya fokus menguasai bagian verbal.

Baru setelah betul-betul mantap dengan verbal, aku mulai menginjak materi numerik dan figural, sambil sekali-kali mengetes diri untuk melihat progress belajar.

Nah untuk tryout, usahakan tidak hanya mengerjakan soal di atas kertas saja tapi gunakan software tryout yang biasanya sudah tersebar luas di internet atau pakai laman tryout-nya BKN. Ini tujuannya membiasakan diri dengan user interface aplikasi CAT yang nanti dipakai waktu tes.

5.b. Seleksi Kompetensi Bidang (SKB)

Setelah lolos SKD, maka akan ada SKB, yang pelaksanaannya tergantung instansi. model seleksinya berbeda-beda tergantung instansinya tapi ada komponen CAT Bentuk-bentuk seleksi yang dipakai biasanya gabungan dari: 1. SKB dengan CAT 2. Psikotes 3. Wawancara 4. Praktik kerja 5. Kesamaptaan/Tes fisik

Untuk instansi pusat, ada kemungkinan pakai model seleksi 1-5, makanya lihat pengumuman penerimaan CPNS masing-masing lembaga. Tapi untuk Pemda, setahu saya tidak ada seleksi selain SKB via CAT, sehingga seleksinya lebih simpel. Silakan cek pengumuman penerimaan CPNS-nya supaya dapat info lebih lengkap.

5.b.1. SKB dengan CAT

Model ujian sama dengan SKD dengan software CAT yang sama, yang berbeda adalah soalnya. Hanya ada 1 sesi dengan soal-soal yang terkait dengan posisi yang kita lamar. Biasanya ada 100 soal.

Apa kisi-kisinya? Ini contoh dari pengalaman saya sendiri ya: a. Peraturan perundang-undangan tentang posisi/instansi b. Materi tentang bidang c. Pengetahuan tentang instansi

Kalau dalam pengalaman saya sendiri daftar sebagai pustakawan di Perpusnas, contoh-contoh dari 3 materi itu adalah: a. UU 43/2007 tentang Perpustakaan, Permenpan 9/2014 tentang Jabatan Fungsional Pustakawan dang Angka Kreditnya b. Materi ilmu perpustakaan dari bukunya Sulistyo Basuki “Pengantar Ilmu Perpustakaan” yang sering jadi acuan di program studi ilmu perpustakaan c. Informasi di dalam web Perpusnas

Khusus yang daftar jabatan fungsional, pastikan teman-teman tahu seluk-beluk jabatan fungsional itu, cari peraturannya. Biasanya nama peraturannya “[Nama jabatan] dan Angka Kreditnya” misalnya “Jabatan Fungsional Diplomat dan Angka Kreditnya”

5.b.2. Psikotes

Pelajarin psikotes-psikotes yang biasanya dipakai kayak tes Wartegg atau tes angka. Walaupun tujuan psikotes adalah mengetahui watak, tapi tidak bisa dimungkiri bahwa practice makes perfect juga di sini.

5.b.3. Wawancara

Maaf kurang banyak informasi soal ini karena aku sendiri kemarin nggak ada seleksi wawancaranya. Tapi dari teman-teman yang ada wawancaranya, biasanya materinya seputar motivasi menjadi PNS dan pengetahuan soal jabatan yang dilamar.

5.b.4. Tes praktik kerja

Beberapa tempat melakukan tes praktik kerja, misalnya microteaching buat dosen atau tes menerjemahkan untuk jabfung penerjemah. Saya sendiri juga nggak merasakan seleksi ini jadi tidak bisa kasih info.

5.b.5. Tes kesamaptaan/fisik

Ada beberapa lembaga yang menuntut tes kemampuan fisik kayak kemampuan atletik, semisal Kemenkeu atau Kemenkumham untuk beberapa posisi. I don’t have much information on this either.

Nah kira-kira itu setumpukan takeaways tentang seleksi CPNS, seluk-beluk pekerjaannya, dan cara-cara seleksinya. Semoga siapapun yang mau daftar bisa berhasil ya, dan nantinya mendapatkan apa yang diinginkan baik saat dan setelah mendaftar, syukur-syukur jika diterima juga. Hit me up should you have any questions. Good luck!

_____________________________

Keterangan Gambar
Tangkapan layar ini berasal dari anime Servant x Service (2013). Ceritanya seputar kehidupan sehari-hari para pegawai pemerintah di suatu kantor kecamatan di Jepang. Cukup relatable buat saya yang sehari-harinya bekerja di pelayanan publik. Hahaha.
Diambil dari blog Lost in Anime. Kalau mau tahu episode pertamanya seperti apa, bisa baca recap di tautan itu.

Leave a Comment
In word we trust