Skip to content

Tag: etika bertanya

RTFT, Godammit!

Kadang-kadang, saya ditanyai teman-teman sealmamater mengenai pelajaran sekolah. “Luas selimut tabung rumusnya apa?“, “Blablablayaddayadda ini artinya apa?“, “Anu dikali anu hasilnya berapa?“, dan sebagainya. Jujur, saya benar-benar muak kalau disuruh menjawabkan pertanyaan seperti ini. Kesannya, saya ini jadi seperti ensiklopedia atau mesin komputasi serbaguna. Biasanya, kalau saya ditanyai model begituan, saya akan jawab sekenannya saja dan langsung berpaling. Atau malah cuma saya jawab dengan kata-kata “nggak tahu” dan “cari aja sendiri“. Hasilnya apa? Saya dicap sebagai orang yang pelit ilmu. Beberapa kali saya diingatkan guru supaya bisa lebih “dermawan” sedikit dalam memberikan ilmu. Dan itu biasanya cuma saya tanggapi dengan mengiyakan dan mengangguk-angguk seperlunya.
 
Sebagai siswa yang agak melenceng dari rata-rata siswa pada umumnya, saya dianjurkan memberikan arahan bagi teman-teman saya supaya dapat menguasai pelajaran yang belum mereka kuasai (itu kata salah satu guru, sih). Salah satunya ya dengan itu tadi, menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan seputar mata pelajaran. Saya tidak keberatan ditanyai seputar pelajaran sekolah, tapi pertanyaan yang diajukan itu lebih sering bersifat terlalu mendasar (dalam artian, sudah termuat dalam buku) sehingga saya seolah-olah disuruh membacakan ulang isi buku atau kamus. Inilah yang membuat saya jengkel bukan main.
 
Saya yakin semua yang bertanya pada saya sudah mempunyai buku sendiri-sendiri. Saya yakin mereka sudah fasih membaca, apalagi membaca SMS yang antara huruf besar dan kecilnya disebar-sebar secara membabi buta. Bertanyalah karena tidak paham, bukannya bertanya karena malas membaca!
 
Read the F-ing Manual Textbook, Godammit!

10 Comments
In word we trust