Skip to content

Tag: buddha

Bahagia Itu…

Credits to statusnya Disa di Line.

Orang Buddha bilang, bahagia adalah lepas dari kebutuhan.

Manusia punya kebutuhan dasar: makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Ketika semua ini sudah terpenuhi maka orang akan merasa puas dus  bahagia. Tapi kepuasan ini hanya sementara. Lama-kelamaan orang tidak lagi mengindahkan kebutuhan dasarnya, taking it for granted. Mereka merasa punya kebutuhan lain semisal televisi, perabotan, atau kendaraan pribadi. Bahkan jika kebutuhan-kebutuhan tadi sudah terpenuhi, orang akan kembali mengabaikannya dan menemukan kebutuhan-kebutuhan baru.

Berbagai tingkat kebutuhan menurut psikolog Abraham Maslow (1908-1970).
Berbagai tingkat kebutuhan menurut psikolog Abraham Maslow (1908-1970).
[Wikipedia]
Singkatnya, kebutuhan itu bertingkat-tingkat. Ketika orang sudah terpenuhi satu tingkat kebutuhannya, maka ia akan berusaha memenuhi kebutuhannya di tingkat berikutnya. Demikian seterusnya. Tapi kebutuhan seseorang belum selesai sampai di puncak “piramida kebutuhan” seperti di atas saja.

Orang mengejar kebahagiaan dengan berusaha memenuhi semua kebutuhannya. Tapi banyak yang lupa bahwa “kebutuhan” sifatnya tak terbatas. Orang akan selalu lupa dan abai dengan kebutuhan yang sudah berhasil dipenuhi. Sebaliknya, mereka selalu membutuhkan sesuatu yang lebih indah dan lebih baik. Manusia adalah makhluk yang cenderung serakah dan tak akan pernah puas, begitulah ilmu ekonomi menerangkan pada kita.

Dari sanalah barangkali orang Buddha mengambil filosofi bahwa bahagia adalah lepas dari kebutuhan. Padahal, kebahagiaan sendiri adalah suatu kebutuhan. Orang butuh untuk menjadi bahagia. Kelihatan aneh? Mungkin bisa kita katakan: untuk bisa berbahagia, berhentilah mengejar kebahagiaan.

Lagipula, bahagia menurut siapa? Menurut motivator yang standarnya macam-macam dan kurang jelas? Menurut para CEO yang selalu ingin lebih kaya? Menurut penguasa yang senantiasa berharap kekuasaannya bertambah? Rupanya, bahagia tergantung bagaimana kita sendiri menilainya.

Pada akhirnya kita bisa berbahagia menurut pemahaman kita sendiri. Orang Buddha mengharuskan dirinya lepas dari kebutuhan karena kebutuhan itu pada akhirnya akan berujung kesengsaraan, seperti kehilangan atau kematian. Dan orang Islam akan menunjuk firman Allah bahwa hidup di dunia ini tidak lebih dari sekadar main-main dan senda gurau belaka,  dan bahwa kampung akhirat lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa (Al-An’aam [6:32]).

Leave a Comment
In word we trust