Skip to content

Month: February 2013

Olenka

Di zaman edan ini, kita sudah terlalu banyak melihat orang yang berpura-pura tentang dirinya. Masih ingat kan ibu kita pernah berkata, “Nak, jangan gampang percaya sama orang, apalagi kalau dibaik-baikin“? Bahkan sedari kecil kita sudah diajari untuk meragukan ketulusan orang lain. Tapi nasihat itu sedikit-banyak memang benar. Tempo hari kita dikejutkan dengan ditangkapnya ketua umum salah satu parpol Islam atas tuduhan korupsi. Pamor parpol yang diklaim sebagai satu-satunya parpol berkuasa yang bersih dari korupsi itu langsung hancur.

CCI03032013
Kover Olenka cetakan kesembilan. Cheesy banget, nggak terasa kayak terbitan Balai Pustaka. [gambar sendiri]
Dengan kebohongan dan kepura-puraan yang jadi santapan kita sehari-hari, Fanton Drummond, Olenka, dan Wayne Danton adalah contoh orang-orang yang akan jarang kita temui. Mereka tidak benar-benar ada. Ketiganya hanyalah bikinan penulis Budi Darma lewat novelnya Olenka (Balai Pustaka, 1986). Budi Darma tidak memasukkan satu pun pahlawan dalam ceritanya. Sebaliknya, ketiga tokoh utamanya adalah orang yang menjijikkan: Drummond yang hidupnya diombang-ambing nafsunya akan Olenka, Danton sang sastrawan gagal yang memperlakukan Olenka bak barang kepunyaan, dan Olenka sendiri yang hidup luntang-lantung dan gila lelaki.

Tapi di samping betapa menjijikkannya mereka, mereka punya satu kebaikan yang tak kita punya: kejujuran. Mereka menyadari bahwa mereka adalah orang-orang rusak. Mereka tetap sadar siapa dirinya tanpa harus menutup-nutupinya dengan jubah-jubah status sosial maupun agama. Dalam sebuah bagian, Fanton Drummond membaca petikan Al-Quran surat Al-Baqarah (2):62. Kemudian menjelang ending ia merenung bahwa Tuhan akan meminta pertanggungjawaban atas segala perbuatannya (surat Al-Baqarah (2):284). Ia orang yang menyadari ketuhanan, juga membaca kitab suci. Tapi semua itu tidak dia jadikan alasan untuk menutup-nutupi keburukannya.

Setelah membaca buku ini, kita akan merenungi diri kita sendiri. Sudahkah kita berterus terang terhadap diri kita sendiri?

Ada sekitar 53 catatan kaki di buku ini, hampir semuanya adalah rujukan ke karya-karya sastra Inggris (Budi Darma berlatar belakang pendidikan sastra Inggris). Sebagian lagi berisi pengalaman Budi Darma sendiri yang mengilhami adegan yang ia tulis. Parahnya, catatan-catatan kaki ini tidak ditulis langsung di bawah halaman tapi ditempatkan di sebuah bab tersendiri. Jadi perlu kesabaran ekstra kalau kau mau mengikuti semua catatan kaki yang ada, walau memang tidak wajib.

Jangan harapkan cerita yang runtut dan berkelanjutan dalam Olenka. Sebagian besar isi novel ini menceritakan apa yang terlintas di benak tokoh-tokohnya, dan sangat sedikit bab yang berfungsi untuk menjelaskan peristiwa-peristiwa yang terjadi. Bahkan menurutku, plot novel ini cenderung terlalu biasa, apalagi kisah Fanton Drummond ini akhirnya dibiarkan begitu saja tanpa kesimpulan.

Untuk bisa mengerti novel ini secara keseluruhan, kita perlu membaca bab Asal-Usul Olenka yang terletak setelah akhir cerita. Budi Darma menjelaskan mulai dari inspirasi yang membawanya menulis buku ini hingga menjelaskan apa-apa yang terjadi dengan karakter-karakternya.  Lewat buku ini, beliau memang tidak bermaksud menuturkan sebuah kisah. Bahkan, mengutip salah satu sastrawan Inggris, beliau menuturkan, “Most of our lives is so dull.” Sebagian besar hidup kita begitu membosankan. Tapi beliau menandaskan, hal yang terpenting bukanlah kisah hidup kita sendiri tapi bagaimana kita memandang dan merenunginya.

Kutipan ini menurutku adalah pesan terpenting dari novel ini:

Pada hakikatnya, setiap orang adalah seorang Immanuel Kant. Hidupnya terkungkung, tetapi pikirannya berloncatan ke sekian banyak dunia. (Bab Asal-Usul Olenka)

Leave a Comment

1076

/1/
ia yang tak ingin perasaannya berbalas
mungkin hanya Allah yang akan memungkas
dengan pungkasan yang datangnya tak lekas
tapi itukah sebenar jalan yang pantas?

/2/
terhenyak, bukan berarti tak ada susah
tergelak, mungkin malah hatinya berdarah
tersesak, tapi itulah segenap anugerah
tergerak, agar berputar seiring zarah

/3/
tak perlu pilu dan sedu sedan
hanya perlu banyak timbangan
dan tambahlah sejumput iman
yakin tak ada khayal keabadian

Ketularan syi’iran habis baca Raudhatul Muhibbin. -___-

Leave a Comment

Metablogging

Aku bukan orang yang straightforward.

Kadang-kadang susah sekali menumpahkan pikiranku di sini. Entah itu karena apa yang kutulis (menurutku) bukan untuk diketahui orang lain, atau karena aku merasa ini bukan tempatnya.

Sebenarnya, by definition, blog itu catatan harian yang dipublikasikan. Bisa dibaca orang banyak. Mengingat-ingat lagi artikel di XY Kids yang kubaca waktu SD dulu, blog itu idealnya sama dengan diary yang ditulis di web. Waktu itu aku merasa aneh. Diary kan sifatnya pribadi, rahasia, malah biasanya digembok. Lha ini kok malah sengaja dibuka ke orang ramai? But now, after following and reading a lot of blogs, I realized that there are people who just want to be read. Bahkan meski itu tentang sesuatu yang sangat pribadi, misalnya nilai rapor atau pacar. Bisa jadi mereka tak tahu malu atau memang sangat terbuka dengan dirinya.

But then again, ada banyak alasan buat ngeblog. Aku sendiri bukan orang yang memperlakukan blog seperti buku harian. Buatku, blog ini dipakai untuk menuliskan apapun yang biasanya-terpikir-tapi-gampang-kelupaan so that I won’t forget them. Tapi belakangan cara ngeblogku sendiri banyak berubah. Jadilah blog ini seperti catatan harian (yang sebenarnya jauh dari kata harian) berisi hal-hal randomTo refer to this blog’s tagline, the posts are still ‘nit-picking’, but no longer ‘sophisticated’.

Kalau ada satu-dua postingan curhat di sini, itu cuma yang “lolos sensor”. Di draf, ada banyak postingan yang lebih random dan memalukan lagi.  Sebenarnya untuk keperluan macam ini aku punya tempat sendiri untuk menuliskannya. Tapi entah kenapa aku merasa lebih nyaman dan lebih tergoda untuk menuliskannya di blog. Itulah kenapa tempat “buang hajat tulisan” tadi jadi kurang banyak berguna dan akhirnya tulisan-tulisan katarsisku malah tertulis di sini.

Dan setelah memperhatikan blog teman dekatku yang di-set private, tiba-tiba muncul ide buat bikin blog privat sendiri sehingga tulisan-tulisan curhat/katarsis/apalah ini bisa punya tempat tinggal sendiri dan nggak merusak blog ini.

Yeah, ide bagus! >.<

8 Comments
In word we trust